Mengenal Kitab Irsyadul 'Ibad Ila Sabili al-Rasyad

Kitab Irsyadul 'Ibad (foto: MDEducation)

Setiap muslim pasti selalu menginginkan berada di jalan yang lurus dan diridhai Allah SWT. Balasan bagi merekan yang senantiasa dari awal hingga akhir tetap berada dijalan yang diridhainya adalah surga yang dijanjikan Allah SWT.

Untuk berada dan Istiqamah di jalan yang diridhai Allah SWT itu tidaklah mudah. Banyak tantangan, godaan dan rintangan yang setiap saat pasti menghadang. Jadi, kita membutuhkan sesuatu ilmu yang dapat membuat kita dekat dengan Allah SWT.

Setiap ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Harus dipelajari, dikaji, dan didalami secara komprehensif. Tak mudah memang, tetapi harus dipelajari, bersabar dan senantiasa ikhlas menjalani takdir. Dan setiap muslim tentu menginginkan untuk menjadi yang terbaik dan senantiasa selalu berada dijalan yang lurus, namun tak semua dapat melalui ujian, cobaan, dan rintangannya. Dan karenanya pula, setiap muslim harus berguru dan memahami jalannya, ilmu untuk mencapai jalan yang lurus dan Istiqamah di jalannya.

Berkenaan dengan upaya dan ikhtiar seorang muslim menapaki jalan yang lurus, seorang ulama asal Malabar, India, bernama Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin al-Malibari menyusun sebuah kitab sebagai tuntunan menuju jalan yang lurus tersebut.

Nama kitabnya, “Irsyadul Ibad Ila Sabili al-Rasyad” (Petunjuk Bagi Seorang Hamba Menuju Jalan Yang Lurus), sebuah kitab ini berisi masalah fiqih, nasehat juga hikayat. Pengarang dari kitab Irsyadul ‘Ibad adalah Syekh Zaimuddim bin Abdul Aziz bin Zainuddin al-Malibari. Beliau mempunyai nama lain Makhdum tangal/Zainuddin al-tsani. Lahir di Malabar, India Selatan dan wafat di Funnan, Indian pada tahun 972 Hijriyah. Ada pula yang menyebutkan 987 Hijriyah. Beliau tidak hanya mengarang kitab Irsyadul ‘Ibad, tapi juga banyak mengarang kitab lain diantaranya adalah Kitab Quratul ‘Ain, Fathul Mu’in, Al isti’dad lil Maut Su’al Qubur, dan kitab Tuhfah al Mujtahidi fii Ba’adh Akhbar al Burtughali.

Tujuan ditulisnya kitab ini adalah agar setiap muslim dan dirinya(pengarang) bisa mengingatkan dirinya sendiri tentang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Dan sebagai wujud untuk mendapatkan kasih sayang Allah SWT dalam bentuk tulisan-tulisan yang mengandung nasehat dan hikayat kebaikan. Kebahagiaan seorang pengarang atau penulis adalah ketika ia membaca dari tulisannya sendiri sebagai nasehat bagi dirinya sendiri.

Syekh Zainuddin mengawali mukadimah dalam kitab “Irsyadul ‘Ibad” ini dengan mengajak setiap muslim untuk meluruskan niat perbuatannya.

Mengutip hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dari Umar bin Khattab RA, Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya, tiap amal perbuatan itu tergantung pada niat. Seorang akan mendapatkan bagiannya seperti yang diniatkannya. Bila dirinya niat hijrah karena taat pada Allah dan Rasul-Nya, hijrah itu benar-benar kepada Allah dan Rosul-Nya. Dan, siapa yang niat hijrah untuk keuntungan dunia atau wanita yang akan dikawininya, hijrahnya terhenti pada apa yang ia hijrah karenanya.” (HR. Bukhari Muslim).

Dalam kitab ini dijelaskan bahwa hidup harus selalu diiringi dengan harapan, Jangan sampai redup apalagi pupus. Jika seseorang hidup dengan harapan yang pupus, maka kemungkinan besar seseorang tersebut mudah putus asa. Tetapi jika seseorang masih mempunyai harapan dalam dirinya, maka masih terbukalah jalan kembali baginya kepada Allah SWT.

Penjelasan diatas sudah diterapkan dalam pondok pesantren, ketika kyai yang selalu mempunyai harapan pada santri-santrinya. Para kyai meyakini bahwa santri-santrinya yang nakal pasti nanti bisa berubah dengan pengimplementasiannya dengan bentuk hukuman atau dalam bahasa pesantren sering disebut dengan “Takziran” kepada santri yang melanggar aturan pesantren maupun aturan agama, Ucap KH. Prof. Dr. Mohammad Roqib M.Ag. selaku pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto.

Jika kita ingin menjadi orang yang baik, biasakanlah senang dan bersemangat pada hal-hal yang baik pula. ~KH. Prof. Dr. Mohammad Roqib M.Ag.

Posting Komentar

© MD Education. All rights reserved. Premium By Raushan Design